Jakarta–Murahnya harga kedelai impor menyebabkan petani enggan menanam kedelai. Dari 2,2 juta ton per tahun kebutuhan kedelai di Indonesia, baru 20-30 persennya berasal dari hasil produksi dalam negeri.

PromosiSejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

Hal ini disampaikan Ketua Forum Komunikasi Kopti Indonesia, Sutaryo dalam seminar ‘Swasembada Kedelai: Harapan dan Solusi’ di Hotel Sofyan, Cikini, Jakarta, Selasa (30/6).

“Kurang lebih 70-80 persen dari kebutuhan kacang kedelai dalam negeri sekitar 2,2 juta ton per tahun, dipenuhi dari impor, sedangkan sisanya dipenuhi kedelai lokal,” kata Sutaryo.

Menurut Sutaryo, besarnya ketergantungan pengrajin tahu tempe terhadap kedelai impor tersebut membuat harga kedelai di pasaran tidak dapat dikendalikan.

“Sehingga saat harga kedelai pada perdagangan di bursa komoditas AS naik, maka harga kedelai disini juga naik,” kata Sutaryo.

Kondisi tersebut, lanjut Sutaryo, telah menyebabkan kolapsnya para produsen tahu dan tempe.

“Setelah harga kedelai dilempar ke pasar bebas, menyebabkan banyak produsen tahu dan tempe mengalami kolaps,”  jelasnya.

Sementara itu, Ketua Umum DPP Dewan Tani Indonesia Ferry Joko Julianto menilai rendahnya produksi komoditi kedelai jika dibandingkan dengan padi dan jagung. Para petani kurang tertarik untuk menanam kedelai disebabkan besarnya impor kedelai yang masuk ke Indonesia dan juga murahnya harga kedelai impor tersebut.

“Pertani kedelai kehilangan insentif karena kalah bersaing dengan harga kedelai impor yang harganya lebih murah dan ini paralel dengan penurunan produksi kedelai di Indonesia,” ungkap Ferry.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Majelis Pertimbangan Dewan Tani Indonesia, Haryono Usman menambahkan peranan pemerintah sangat penting untuk menjamin kestabilan harga kedelai.

“Ke depan diperlukan institusi negara seperti Bulog untuk berperan melakukan pembelian kedelai dari petani serta berfungsi sebagai stabilisator harga,” tandas Haryono.

dtc/fid

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Rekomendasi